FENOMENA TUMBUH KEMBANG
BUDAYA DAN AGAMA KATOLIK DI KABUPATEN NGADA
MAKALAH
Diajukan untuk
memenuhi tugas ujian tengah semester dari mata kuliah seminar Pendidikan Agama Katolik
Prof. Dr. Fransiska Sudargo, M.Pd
Oleh
CHRISPIANUS PALA SAWU
(1206848)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDKAN INDONESIA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat rahmat dan petunjuk-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini dibahas
mengenai “Fenomena Tumbuh Kembang Budaya dan Agama Katolik di
Kabupaten Ngada”. Pembahasan
menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan jelas.
Dalam penyusunan
makalah ini saya menyadari bahwa masih ada kekurangan-kekurangan dan kesalahan
baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya .Oleh sebab itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran, untuk perbaikan dalam pembutan makalah ke arah
yang lebih baik lagi.Akhirnya atas semua ini saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala tugas-tugas dan usaha
kita yang berkenan di hadapan-Nya.
Bandung,
07 November 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gereja
katolik dikenal sebagai gereja universal. Setelah berusia lebih kurang 2000
tahun, gereja telah tersebar hampir di seluruh pelosok di muka bumi. Iman akan
Kristus telah tersebar luas dan diterima oleh masyarakat dunia sebagai iman
yang benar. Di mana-mana gereja hadir dengan membawa misi keselamatan. Bersama
dengan itu, gereja telah berkontak dengan berbagai budaya yang ada di berbagai
belahan dunia.
Iman
dan kebudayaan merupakan dua wajah ganda yang mewarnai sebagian besar
masyarakat dunia. Relasi antara iman dan kebudayaan telah dianggap sebagai
sesuatu yang niscaya terjadi. Kebudayaan sebagai unsur yang khas manusiawi
selalu memiliki dimensi lain yang ilahi, yakni kepercayaan atau iman.
Masyarakat tradisional umumnya telah mengenal adanya unsur-unsur yang
adikodrati yang tidak mampu mereka jelaskan. Animisme dan dinamisme adalah
bentuk kepercayaan mereka. Ketika iman Kristen hadir di tengah mereka, mau
tidak mau harus dihadapkan pada kenyatan seperti ini. Berkontak dengan mereka
tidak lain adalah berarti berkontak dengan kebudayaan dan kepercayaan
tradisionl mereka. Dalam hal inilah inkulturasi mendapat sorotan.
Kehadiran
gereja di Indonesia pun tentu mengalami hal yang sama. Sebelum kehadiran
gereja, Indonesia telah memiliki beragam budaya, yang di dalamnya pasti ada
juga unsur-unsur kerohanian. Untuk mampu menyapa masyarakat Indonesia, gereja
mau tidak mau harus berdialog dengan budaya dan sistem kepercayaan setempat. Pada
kesempatan ini, saya bermaksud mengulas sejumlah fenomena tumbuh kembang antara
agama katolik dan budaya secara khusus yang terjadi Kabupaten Ngada Flores NTT.
Bagaimanakan relasi antara iman dan kebudayaan serta hal-hal yang berkaitan
dengan iman dan budaya Ngada.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
sejarah dan konsep agama katolik pada masyarakat Ngada ?
2. Bagamanakah
implementasi ritual keagamaan dalam konsep inkulturasi pada masyarakat ngada
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah dan konsep agama katolik pada masyarakat Ngada.
2. Untuk
mengetahui implementasi ritual keagamaan dalam konsep inkulturasi pada
masyarakat Ngada.
3. Sebagai
salah satu syarat memperoleh nilai pada mata kuliah seminar pendidikan Agama
Katolik.
D.
Manfaat
1. Mengetahui
sejarah dan konsep Agama Katolik pada masyarakat Ngada.
2. Mengetahui Implementasi ritual
keagamaan dalam konsep inkulturasi pada masyarakat Ngada
BAB
II
FENOMENA
TUMBUH KEMBANG BUDAYA DAN AGAMA KATOLIK DI KABUPATEN NGADA
A.
Sejarah Perkembangan Agama Katolik di Kabupaten Ngada.
Gereja telah tersebar hampir di seluruh
pelosok di muka bumi. Iman akan Kristus telah tersebar luas dan diterima oleh
masyarakat dunia, juga tak terkecuali oleh masyarakat kabupaten Ngada sebagai
iman yang benar. Menurut Paul Arndt,SVD seorang misionaris dan etnolog ditemukan
bahwa faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan pesat gereja Katolik di Ngada yaitu: Pada awal perkembangannya,
gereja Katolik di Ngada didukung secara penuh oleh pemerintah kolonial dan
selanjutnya dukungan tersebut dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia pada awal
kemerdekaan sampai saat ini. Jika dibandingkan dengan keyakinan asli masyarakat
Ngada, agama Katolik dianggap lebih bersifat sistematis, hierarkis dan logis
yang kemudian memudahkan Kekatolikan diterima oleh masyarakat Ngada. Agama Katolik
mampu beradaptasi dengan kebudayaan lokal sehingga masyarakat tidak merasa
terasing dari kebudayaannya ketika ia menjadi Katolik, dan dampak langsung
kehadiran gereja Katolik bagi masyarakat Ngada, khususnya dalam bidang
pendidikan dan kesehatan. Di samping itu, situasi dan kondisi masyarakat Ngada
yang mudah menerima ajaran Katolik dan menjadikan Kekatolikan sebagai bagian
dari identitas mereka merupakan hal yang turut mendukung perkembangan pesat
gereja Katolik di Ngada. Perkembangan iman Katolik di Ngada selalu berlangsung
dalam dialog intensif antara Kekatolikan dan nilai budaya di Ngada sehingga
kedua unsur ini dapat saling memperkaya. Dengan adanya ruang perjumpaan dan
dialog antara Kekatolikan dan nilai-nilai budaya Ngada, iman Katolik dapat berkembang
dengan pesat di Ngada.
B.
Budaya
atau Kepercayaan
Asli Masyarakat Ngada.
Layaknya kebudayaan lain yang mempunyai
pandangan tersendiri tentang Yang Ilahi, demikian dengan masyarakat Ngada. Menurut
bapak Mateus Awa dalam (musafirflorez.blogspot.com tahun 2013) mengatakan bahwa
masyarakat Ngada mempunyai pandangan yang khas tentang Yang Ilahi. Ajaran pokok
masyarakat Ngada yang terdapat dalam su’i uwi mengatakan bahwa mereka berasal
dari tempat yang tidak diketahui namanya, tempat yang gelap gulita. Hal ini
dapat diterjemakan dari filosofi lokal yang berbunyi “da laga we kawi kao, de lethe we koba leke“(melewati hutan
belantara). Dari tempat yang tidak diketahui, mereka dipimpin dan dibimbing
oleh sumber terang. Dan selanjutnya, mereka berlayar ke tempat yang baru.
Terang itu mengantar mereka sampai ke tempat tujuan. Masyarakat Ngada khususnya
etnis Bajawa, menyebut Dewa
sebagai Yang Ilahi.hal ini terlihat
dengan sebutan “Dewa Zeta Nitu Zale’’ pada ritual reba.
Sebutan dewa zeta mengandung arti dasar, sumber, asal yang berada di atas
(zeta) ketinggian, yang menunujukkan tempat yang agung. Pengertian zeta
berkaitan erat dengan pengalaman konkrit manusia, misalnya hujan turun dari
atas. Namun, sampai di mana ketinggiannya, dalam ajaran pokok Ngada tidak disebut.
Dewa zeta, dalam pandangan masyarakat Ngada berarti sumber yang tepat dan
terselubung di balik penglihatan mata manusia. Dewa Zeta berada di tempat yang
tinggi. nitu zale, sebutan nitu
dipahami dan di identifikasikan sebagai satu pribadi yang penuh perhatian dan
kasih sayang. pemahaman ini juga berkaitan dengan pengalaman konkrit manusia
dalam hubungannya dengan bumi dan atau tanah. Zale berarti di bawah, ke bawah
tepatnya di bawah, di mana tidak disebutkan. Nitu zale adalah satu pribadi yang
tinggal di tempat yang dalam. Nitu zale memiliki kekuatan yang tak terbatas,
yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa namun penuh perhatian. Nitu zale
selalu dikaitkan dengan Dewa Zeta sehingga menjadi satu-kesatuan Dewa Zeta Nitu
zale. Ungkapan ini tidak dapat diucapkan secara terpisah melainkan senantiasa
dalam satu kesatuan. Nitu, dalam
pemahaman orang Ngada diamini sebagai kekuatan mistis magis yang juga
mempengaruhi kehidupan manusia di atas bumi. Nitu adalah kepercayaan terhadap
kekuatan duniawi yang diamini melalui pemahaman animisme dan dinamisme. Hal ini
dapat terlihat dari kepercayaan orang Ngada terhadap pohon-pohon besar seperti
beringin yang diyakini berpenghuni. Tidak hanya ini namun masyarakat ngada juga
percaya terhadap kekuatan yang dimiliki oleh binatang dan batu-batu besar.
Dewa Zeta Nitu Zale merupakan kesatuan dasar
dan kekuatan yang mendasari moralitas hidup masyarakat Ngada. Dewa Zeta Nitu
zale merupakan ungkapan kekuatan yang menyatu, satu kekuatan yang mempribadi,
yang menyelenggarakan hidup manusia. Dewa zeta nitu zale adalah pribadi yang
sempurna. Setiap melakukan hajat waktu Reba, kelahiran anak, pembukaan lahan
baru, serta kenduri orang mati, perkawinan, pembangunan rumah baru, pembuatan
Ngadhu dan Bhaga, masyarakat selalu menyampaikan persembahan kepada Dewa zeta
Nitu Zale, untuk menjamin relasi persona dengan yang ilahi dan penyucian diri. Hal
ini menjadi jelas melalui loka oja atau simbol tempat ilahi, tempat pilihan,
tempat yang suci. Ini diartikan pula sebagai simbol hati nurani manusia. Hanya
orang-orang tertentu yang diperkenankan untuk mengantar pesembahan di tempat
ini.
C.
Implementasi
Ritual Keagamaan dalam Konsep Inkulturasi pada Masyarakat Ngada
Agama Katolik yang berkembang dilatarbelakangi
budaya barat melakukan pendekatan di antaranya melalui kegiatan sosial dan
kesehatan dengan mendirikan rumah sakit, melalui kegiatan pendidikan dengan mendirikan
sekolah-sekolah Katolik. Dengan cara-cara tersebut misi penyebaran agama dapat
diterima dengan lebih terbuka oleh rakyat pribumi atau masyarakat Ngada. Upaya selanjutnya
yang dilakukan adalah mendirikan bangunan gereja-gereja yang semula hanya
didirikan bagi kebutuhan bangsa penjajah Belanda saja, tapi kemudian
diperbanyak dan disosialisasikan kepada masyarakat pribumi yang telah menganut
agama Katolik.Walaupun bertolak dari satu keyakinan yang memiliki tradisi dan
ritual ibadah yang sama, cara penghayatan umat dalam beribadah di tiap daerah
berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan dan budaya daerah setempat. Oleh karena
itu, baik pelaksanaan ritual liturgi maupun aspek fisik dan non fisik bangunan
gereja sebagai sarana peribadatan umat juga mengalami perubahan dan
penyesuaian, yang dibuktikan dengan bentuk gereja yang disesuaikan dengan rumah
adat ngada. Hal ini sebagai bukti adanya persinggungan-persinggungan yang
terjadi antara aturan-aturan dalam gereja Katolik dengan kebutuhan umat lokal
yang memiliki latar belakang budaya sendiri dalam hal ini adalah budaya Ngada.
Adapun contoh lain tradisi budaya ngada
yang saling terkait dengan kepercayaan Katolik
1. Dalam
gereja Katolik dikenal adanya istilah baptisan. Babtisan adalah legitimasi
penerimaan seseorang menjadi anggota gereja. Dalam budaya ngada dikenal dengan
istilah Zio Wae. Zio Wae adalah sebuah ritul yang dilakukan sebagai legitimasi
diterimanya seseorang (anak yang baru lahir) sebagai anggota dalam kebudayaan
ngada. Baptisan dan zio wae memiliki keterkaitan sebagai legitimasi terhadap
orang katolik dan orang ngada. Dua aktifitas ini dilakukan secara
berturut-turut. Anak yang belum diberi legitimasi sebagai anggota kebudayaan
ngada tidak diperbolehkan untuk menerima sakramen baptis digereja.
2. Dalam
budaya ngada juga memiliki aturan dalam sistem perkawinan yang diberi nama zeza
atau nikah secara adat. Masyarakat ngada sering memadukan kedua acara
perkawinan ini (pernikahan katolik dan zeza) yaitu di mulai dengan pernikahan
secara adat lalu diikuti dengan pernikahan secara katolik dengan penerimaan
sakramen perkawinan.
3. Upacara
reba yang menunjukan relasi manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan
dengan lingkungan hidupnya atau upacara yang melambangkan rasa syukur kepada
Tuhan atau Dewa bagi orang ngada atas
hasil panen atau atas kemakmuran yang di rasakan masyarakat ngada selama
setahun. upacara ini biasanya di awali dengan pemberian persembahan atau
sesajen kepada leluhur atau dewa yang merupakan wujud tertinggi bagi orang
Ngada (dewa zeta nitu zale) yang kemudian diikuti dengan perayaan ekaristi
kudus bersama Pastor sebagai wujud inkulturasi budaya dan gereja Katolik.
4. Dalam
ritual keagaman yang dilakukan di gereja pada umumnya, kebudayaan ngada selalu
diperlihatkan. Hal ini terbukti melalui nyanyian-nyanyian rohani yang
dilantunkan dalam Bahasa Daerah. Selain itu juga dapat dilihat melalui busana
yang dikenakan oleh partor maupun umat di Gereja.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jika
kita jabarkan semua tidak akan cukup hanya dengan tulisan ini bahwa agama dan
kepercayaan adalah sama, karena akar kata agama berasal dari ajaran Hindu dalam
bahasa Sansekerta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki arti
Kepercayaan, keduanya mengarah langsung kepada hubungan dengan Tuhan, semua
ajaran agama kepercayaan berasal dari Tuhan. Tidak ada ajaran yang berasal dari
manusia, semua berasal dari Tuhan
sehingga terdapat nilai-nilai kebenaran. Jadi agama dan kepercayaan pada
intinya adalah sama.
B.
Saran
Dengan
di buatnya makalah ini saya mengharapkan agar pembaca dapat memahami hubungan
antara agama dan budaya dan juga dapat menambah wawasan mengenai hubungan
antara agama dan budaya yang terjadi pada masyarakat kabupaten ngada.
Komentar
Posting Komentar